Selasa, 23 April 2013

Lunturnya “Sikap Ilmiah” Para Mahasiswa di Era Modern



 “Belajarlah, atau gapailah sesuatu yang ingin kau gapai, hingga kau tak tahu lagi apa yang ingin engkau cari.” Kalimat itu mungkin bisa mewakili betapa indahnya jika kita bersungguh-sungguh dalam belajar dan mencari ilmu, hingga kita tak tahu lagi apa yang ingin kita cari.
Artinya, belajar tidak mengenal waktu dan masa, adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan diri serta kemasyarakatannya yang berlangsung seumur hidup. “Belajar sampai akhir hayat”, kata seorang seniman, karena belajar adalah suatu seni untuk bertahan hidup.
Barangkali ini suatu permasalahan individu ataukah suatu permasalahan yang kompleks?
Permasalahan itu muncul ketika seseorang bertanya kepada beberapa orang mahasiswa: “kenapa kamu kuliah?”, atau sama saja dengan: “apa tujuan kamu dalam hidup ini?”.
Lantas apa jawaban mahasiswa itu?
Aku kuliah untuk gagah-gagahan saja, supaya aku tak dipandang rendahan,” kata salah satu mahasiswa di IKIP PGRI Semarang yang tak ingin disebutkan namanya itu (Semarang, 17-11-2011).
Ada juga yang menjawab: “Nak ora kuliah terus arep nganggur ning omah?”, kalau diartikan jika dia tidak kuliah dia bingung harus mencari kerja apa karena dia tidak ingin dipandang sebagai seorang yang pengangguran.
Jawaban-jawaban seperti itu saya temukan ketika saya sedang mencari tahu tentang sikap ilmiah seorang mahasiswa, entah ketika dia sedang didalam lingkungan akademisi(perkuliahan) atau sedang diluar lingkungan akademisi, disalah satu Institut Keguruan IKIP PGRI Semarang (17-11-2011).
Dunia perguruan tinggi yang dikenal sebagai komunitas yang senantiasa menjunjung tinggi obyektifitas, kebenaran ilmiah dan keterbukaan mempunyai tanggung jawab dalam mengembangkan ilmu pengetahuan sebagai jawaban dari permasalahan yang muncul di masyarakat dengan metode yang modern. Namun diera modern ini justru kebalikan dari hal itu, bahwa mahasiswa sekarang telah luntur daya sikap ilmiahnya ketika dia menyikapi persoalan hidup yang ada, dan menyikapi persoalan yang mendera bangsanya.
Tugas ini menjadi penting karena merupakan bagian dari pelaksanaan “Tri Dharma” perguruan tinggi. Dan menjadi lebih penting karena ada 3 fungsi ilmu pengetahuan yang sangat terkait dengan kelangsungan dan kemaslahatan hidup orang banyak, yaitu fungsi eksplanatif (menerangkan gejala atau problem), prediktif (meramalkan kejadian atau efek gejala) dan control (mengendalikan atau mengawal perubahan yang terjadi di masa datang).
Dan ada pula seorang mahasiswa di salah satu Institut Keguruan itu yang menjawab: “Dari pada tak ada kerjaan dirumah, mending kuliah saja,” (Semarang, 17-11-2011). Dan saya rasa tidak hanya beberapa mahasiswa itu saja yang menjawab dengan “sikap tidak ilmiah” ketika mereka diberi pertanyaan tentang apa tujuan mereka masuk kuliah dan menjadi seorang mahasiswa.
Pun tidak beda jauh ketika mereka berada diluar literatur perkuliahan(bergaul dalam masyarakat). Hal itu saya buktikan ketika saya sedang mengerjakan sebuah tugas penelitian ilmiah dari dosen fakultas saya, tentang ‘sikap ilmiah’ yang ditunjukan oleh mahasiswa IKIP PGRI Semarang ketika dalam literatur perkuliahan atau diluar literatur akademisi. Masih idealkah? Atau belum idealkah? Jawaban yang ditunjukkan oleh 100 mahasiswa yang saya pilih secara acak tiap fakultas dan tiap semester yang berbeda, 60% dari mahasiswa itu belum ideal/belum bisa bersikap ilmiah untuk mengemban tanggung jawab moral dan sosial sebagai seorang mahasiswa.
Kebanyakan dari mereka tidak bersemangat dan tidak antusias untuk belajar menjadi seorang mahasiswa yang berdedikasi tinggi, mereka lebih suka dibilang “anak kuliahan” dari pada seorang “intelektual” yang bekerja keras segenap jiwa dan raganya untuk bangsa dan negaranya. Seperti pertanyaan sebelumnya yang sudah saya paparkan diatas, sebenarnya semua itu adalah masalah individu-individu itu sendiri dan masyarakat (kompleksifitas) yang menaungi mereka.
Begitu indahnya bila kita memaknai hidup dengan belajar, ilmu tanpa agama akan timpang, dan agama tanpa ilmu akan buta, hendaknya kutipan kalimat filosofis itu bisa diambil faedah dan artinya. Bahwa seseorang yang mempunyai ilmu hendaknya bisa bersikap bijaksana dan mempunyai tujuan hidup untuk memberikan sesuatu yang bermanfaat untuk umat manusia, agama, dan Tuhan yang memberi ilmu itu sendiri.
Lantas apa solusinya? Atau bagaimana mengatasi itu semua?
Tidaklah bijak bila saya menjawab pertanyaan itu. Namun alangkah bijaknya bila kita bersama-sama berpikir sejenak tentang tanggung jawab moral dan sosial yang dipikul oleh kita sebagai mahasiswa yang berintelek. Semoga kita tidak menjadi seorang mahasiswa hanya untuk gagah-gagahan saja agar dipandang tidak rendahan. Tapi, hendaknya kita menjadi mahasiswa yang bisa berpikir bijaksana.

Hendianto, Peran Sabeth. 2011. "Lunturnya Sikap Ilmiah Para Mahasiswa di Era Modern". Kompasiana. 18-11-2011 
http://edukasi.kompasiana.com/2011/11/18/lunturnya-sikap-ilmiah-para-mahasiswa-di-era-modern-413579.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar